Pembangunan hutan dapat mengendalikan bajir dan erosi jira dilaksanakan secara bijaksana dengan memperhatikan :
1. Pembangunan hutan mengikuti strata tajuk dan pohon yang ditanam
mempunyai bentuk daun kecil dan ujung meruncing, maka dapat memperkecil
massa dan kecepatan butir air hujan yang jatuh ke lantai hutan yang
dapat menyebabkan erosi percikan.
2. Pembangunan hutan dengan menjaga keberadaan tumbuhan penutup
tanah, serasah dan humus yang dapat mengurangi aliran permukaan (air
larian) dan dapat meningkatkan infiltrasi air (suplesi air). Dengan
berkurangnya air larian dan meningkatnya suplesi air, maka pembangunan
hutan dapat mengurangi bahaya banjir dan erosi serta meningkatkan air
simpanan (air tanah).
3. Pembangunan hutan tidak dilakukan pada tanah yang tidak stabil
(karena kemiringan dan topografi tinggi) serta mempunyai sifat
erosivitas tinggi (jenis dan sifat tanah yang mudah tererosi), maka
pembangunan hutan tidak akan meningkatkan bahaya erosi, banjir dan tanah
longsor.
Pembangunan hutan dapat menurunkan koefisien air larian. Koefisien
air larian 0, jika semua curah hujan meresap kedalam tanah, sedangkan
koefisien air larian 1 jika semua curah hujan mengalir sebagai air
larian. Pengelolaan hutan yang baik dapat memperkecil koefisien air
larian sehingga dapat mengurangi bahaya banjir, erosi dan tanah longsor.
Karenanya jika hutan dikonversi menjadi penggunaan non kehutanan
apalagi yang berada di wilayah hulu, maka dapat menimbulkan banjir
bandang. Resiko banjir tersebut akan menjadi lebih besar oleh faktor
topografi yang curam dan curah hujan yang tinggi.
Dengan demikian hutan dapat mengurangi resiko banjir melalui :
1. Intersepsi hujan oleh tajuk dan serasah yang akibatnya dapat mengurangi jumlah air hujan sampai tanah (presipitasi efektif)
2. Peresapan air kedalam tanah diperbesar sehingga air larian
menjadi kecil, namun jika hujan deras berlangsung dalam waktu yang lama
banjirpun akan terjadi, tetapi naiknya banjir pelan-pelan bukan banjir
bandang
3. Pada tanah gundul yang padat resiko terjadinya banjir bandang menjadi besar
Erosi air disebabkan oleh energi dalam benda yang bergerak yaitu
energi kinetik. Besarnya energi kinetik tergantung pada massa benda yang
bergerak dan kecepatan gerak, makin besar ukuran benda yang bergerak
dan semakin cepat kecepatan benda bergerak maka makin tinggi energi
kinetik yang terjadi. Butir air hujan yang jatuh dari awan atau tajuk
pohon (air lolosan) mempunyai massa dan kecepatan, massa butir air
ditentukan oleh Berat Jenis dan Volume. Butir air lolosan mempunyai
volume lebih besar daripada air hujan, sehingga energi kinetiknya lebih
besar pula. Besarnya volume air lolosan ditentukan oleh lebar dan bentuk
ujung daun penetes, makin lebar ujung daun penetes makin besar volume
air lolosan, Air lolosan yang jatuh dari daun bambu mempunyai volume
lebih kecil dibandingkan air lolosan pada jambu biji (karena daun bambu
sempit dan runcing, sedangkan daun jambu biji bulat dan tumpul). Makin
tinggi intensitas hujan makin besar pula diameter air hujan. Makin
tinggi intensitas hujan, makin besar erositas hujan, karena volume dan
kecepatan terminal butir air hujan yang makin besar. Oleh karena itu
dengan pemilihan jenis pohon yang mempunyai daun sempit dan runcing
serta adanya strata tajuk dapat mengurangi massa dan kecepatan air
lolosan yang jatuh. Dikombinasikan dengan adanya tumbuhan penutup tanah,
serasah dan humus, maka dapat memperkecil erosi percikan, lebih lanjut
dapat mengurangi peluang timbulnya erosi tanah.
Hasil penelitian Irsyamudana (2004) di Sumberjaya, Lampung, yang
merupakan salah satu contoh kasus dari perubahan fungsi hutan menjadi
lahan pertanian menunjukkan bahvva laju infiltrasi tertinggi pada hutan
sebesar 5,2 mm/detik dan terendah pada sistem kopi monokultur sebesar 2
mm/detik. Limpasan permukaan dan erosi tertinggi terdapat pada kopi
monokultur yaitu 141,9 mm dan 272,8 g/m2. Sedangkan limpasan dan erosi
terendah terdapat pada sistem hutan yaitu 36,9 mm dan 208.8 g/m2. Jadi
fungsi hutan sebagai lahan konservasi belum dapal digantikan oleh sistem
lain. Widianto el al. (2004) melakukan penelitian untuk
memahami secara kuantitatif perubahan perilaku limpasan permukaan dan
erosi akibat alih guna lahan hutan menjadi sistem kopi monokultur. Hasil
penelitian menunjukkan penebangan hutan alam mengakibatkan limpasan dan
erosi meningkat luar biasa. Limpasan permukaan kumulatif di hutan alam
hanya 27 mm, hanya sepertiga dari hutan yang baru ditebang (75 mm).
Limpasan permukaan terbesar terjadi pada tanaman kopi berumur 3 tahun
(124 mm) dan kehilangan tanah terbesar terjadi pada tanaman kopi berumur
1 tahun. Selain itu, penelitian Rajati (2006) di hutan Cipadayungan,
Sumedang. areal Perum Perhutani Unit III Javva Barat dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan lahan kehutanan pada aspek kemiringan lereng
dan besarnya erosi menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada kelas
kemiringan lereng 0-15 % dan 15-30 % adalah erosi yang masih dapat
ditolerir, sedangkan erosi pada kemiringan lereng > 30 % lebih besar
dari erosi yang dapat ditolerir.