Hutan Produksi |
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tanggal 6 Juli 2012, merubah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010
tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan,
utamanya yang menyangkut keberadaan lahan pengganti dan menyisipkan
aturan tentang izin untuk kegiatan usaha perkebunan yang berada di
kawasan hutan.
Sebagaimana diketahui dalam PP Nomor 10/2010,
pemerintah memberikan peluang perubahan peruntukan dan fungsi kawasan
hutan guna memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta
aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada otimalisasi
distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan
berkelanjutan serta keberadaan kawasan hutan dengan luasa yang cukup dan
sebaran proporsional.
Kawasan hutan yang dimaksudkan adalah
kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok sevafau hutan konservasi, hutan
lindung, dan hutan produksi. Namun perubahan peruntukan yang dilakukan
melalui tukar menukar kawasan hutan hanya dapat dilakukan pada hutan
produksi tetap, dan/atau hutan produksi terbatas.
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012
menyebutkan, tukar menukar kawasan hutan dilakukan dengan ketentan: a.
Tetap terjaminnya luas kawasan hutan paling sedikir 30% dari luas daerah
aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi dengan sebaran yang
proporsional; dan b. Mempertahankan daya dukung kawasan hutan tetap
layak kelola.
“Dalam hal luas kawasan hutan kurang dari 30%,
tukar menukar kawasan hutan dengan lahan pengganti yang bukan kawasan
hutan dilakukan dengan ratio paling sedikir 1:2, kecuali tukar menukar
kawasan hutan untuk menampung korban bencana alam dan kepentingan umum
terbatas dapat dilakukan dengan ratio paling sedikir 1:1,” bunyi Pasal
12 Ayat 2 PP tersebut.
Dalam hal luas kawasan hutan kurang dari
30%, menurut PP tersebut, tukar menukar kawasan hutan dengan lahan
pengganti yang bukan kawasan hutan dilakukan dengan ratio paling sedikir
1:1.
Mengenai lahan pengganti tukar menukar kawasan hutan itu, jika pada PP Nomor 10 Tahun 2010 ditegaskan terletak berbatasan langsung dengan kawasan hutan, pada PP Nomor 60 Tahun 2012
tidak ada aturan bahwa lahan pengganti harus berlokasi langsung dengan
kawasan hutan. Namun ketentuan mengenai letak, luas, dan batas kawasan
pengganti harus jelas; terletak dalam daerah aliran sungai, provinsi
atau pulau yang sama; dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional;
tidak dalam sengketa; dan direkomendasikan oleh gubernu dan
bupati/walikota tetap berlaku.
Tarik Izin ke Pusat
Secara
khusus PP Nomor 60/2012 mengatur mengenai kegiatan usaha perkebunan
yang selama ini izinnya diterbitkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Dalam
Pasal 51A yang merupakan sisipan dari Pasal 51 dan Pasal 52 PP Nomor
10/2010 disebutkan: kegiatan usaha perkebunan yang izinnya diterbitkan
oleh Pemerintah Daerah di areal yang merupakan kawasan hutan produksi
yang dapat dikonversi, pemegang izin dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak berlakunya PP Nomor 60/2012 wajib mengajukan
permohonan pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan.
Hal
yang sama juga berlaku bagi pemegang izi usaha perkebunan di areal
kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi tetap dan/atau hutan produksi
tetap, diberikan waktu 6 (enam) bulan untuk mengajukan permohonan tukar
menukar kawasan hutan ke Menteri Kehutanan.
“Tukar menukar
sebagaimana dimaksud (kawasan hutan) itu dilakukan dengan menyediakan
lahan pengganti dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
permohonan disetujui. Dalam hal pemohon telah menyediakan lahan
pengganti, Menteri Kehutanan dapat menerbitkan pelepasan kawasan hutan,”
bunyi Pasal 51 B Ayat 1, 2 PP Nomor 60 Tahun 2012.(Pusdatin, ES)